Selasa, 15 April 2008

setelah begitu panjang perjalanan yang terlewati, akhirnya semua akan berujung pada sebuah keindahan kenangan yang entah akan berlanjut atau memang hanya menjadi keindahan masa lalu.
obladi-oblada life's goes on........tapi saat ini aku yakin akan pilihanku untuk tetap bertahan dan berjuang dengan spirit beatles........
revolution untuk selamanya.........

SURAT TERBUKA BUAT PRESIDENKU

Salam untukmu tuan presiden yang terhormat

Tuan presidenku yang terhormat ini aku rakyatmu, aku mau mengadu padamu. Karena wakilku yang pernah kupilih dulu tak lagi mau peduli padaku. Mereka lebih sibuk mengenyangkan perut mereka ketimbang mensejahterakan aku dan saudaraku yang hari ini kembali harus menahan lapar karena tak ada makanan.

Aku ingin mengadu mengadu padamu, maukah kau mendengarku? Apakah kau juga sama dengan wakilku yang dulu pernah kupilih?

Sejauh ini kulihat kau sama saja dengan mereka. Bahkan kau lebih buruk lagi dari mereka. Aku ingin mengadu padamu. Tapi setelah kupikir lagi, mungkin lebih baik jika aku memakimu saja. Mungkin itu lebih baik buatmu.

Presidenku yang semakin hari tak hanya semakin jauh dari rakyatnya, tapi malah semakin populis. Apa yang ada dikepalamu yang besar itu? Apakah kau piker dengan membuat album kedua dari lagu-lagumu yang sumbang itu rakyatmu akan kenyang?

Selesaikah persoalan krisis pangan negerimu hanya dengan menonton film ayat-ayat cinta bersama para pembantu-pembantumu? Sungguh kau kau presidenku yang mengecewakanku.

Perhatiankah kau pada rakyatmu? Harga BBM naik saat ini, bukan hanya itu, BBM juga langka. Bahan makanan tidak dibuat dari kondom bekas yang kau impor kenegerimu. Ataukah itu memang menjadi watakmu yang aneh bin ajaib.

Lihat perekonomian negaramu yang makin hari makin carut-marut tak tentu arah akan kemana ia berjalan. Politik bangsamu juga semakin tidak manusiawi. Mencari tumbal kekuasaan apakah ciri strategi politikmu? Betapa busuknya dirimu jika seperti itu.

Mungkin lebih baik jika negaramu kau jual saja seluruhnya. Kau sudah banyak menjual asset bangsamu. Pendidikan akan kau jual sebentar lagi. Berhentilah menjual bangsamu sendiri bodoh. Lihat rakyatmu yang semakin menderita karena perilakumu yang gila.

Cukup sudah semuanya. Berhentilah sebelum semua terlambat dan menjadi sebuah perlawanan besar dari rakyatmu. Jangan mempermalukan dirimu sendiri dengan perilaku psikopat seperti itu. Aku masih menghormatimu sebagai presidenku. Jangan buat aku malu dengan menjadikanmu pemimpinku

Salam hormat
rakyatmu

Makianku

Sekali lagi saya mencoba untuk hadir dalam sebuah dunia dimana hampir tak ada yang mencoba untuk melihatnya. Sedikit sembunyi dengan menggunakan sebuah topeng yang tetap saja menampakkan wajah yang malu. Hanya utnuk menyampaikan sedikit keresahan yang tersimpan dibalik sebuah senyum yang beku.

Maaf aku menjadi orang yang harus membawa katana untuk menebas kepala kalian untuk menumpahkan darah yang suci. Mengalirkan kembali darah yang tersumbat oleh kenyamanan dan kemapanan pola berpikir kalian. Menjadi nietzche, membawa zarathustra untuk melawan sang benar yang terus bercokol dan menjadi iblis dalam perenungan malam kalian.

Seorang samurai pernah hadir untuk menjadi seorang hero yang melawan. Menyadarkan dengan pedang yang terhunus. Bukan dengan bunga layaknya seorang geisha. Bukan dengan buku seperti seorang filosof. Walau hadir dalam rupa tulisan yang hampir saja menjadi sebuah makian jika tidak menahan diri dan mencoba untuk menjadi bijak atau terpaksa bijak.

Terlalu sering melarikan diri membuatku menjadi terlalu letih. Kini saatnya untuk melepas topeng agar wajah buruk tampak sehingga menjadi ketakutan dalam mimpi burukmu yang menghanyutkan.

Pernahkah kalian melihat ada wajah seram dibalik sebuah topeng yang tersenyum dengan lembut untuk menggoda? mungkin sudah saatnya kalian bercermin. Yaa..sudah saatnya untuk bercermin agar wajah itu kalian lihat.

Wajah yang selalu terpajang pada setiap orang yang kalian jumpai atau menjumpai kalian. Pernah aku hampir terlena dengan wajah itu. Tapi kini aku mampu untuk melihat lebih jauh kedalam topeng tersebut dan melihat wajah buruk kalian yang mencoba untuk menikamku dari belakang dan kemudian tertawa lepas melihatku luka dan terkapar hampir tewas.

Aku telah bangkit…bangun dari sekarat untuk membalas. Tapi jangan takut karena aku tak sejahat kalian. Aku tak seburuk kalian yang menikam dari belakang. Lihat aku, aku dihadapan kalian saat ini hanya untuk melawan dengan jantan. Aku bukan pengecutkan.

Seberapa besar keberanian kalian untuk menghadapiku dari depan. Kenapa mencoba untuk lari..apakah kalian takut..lihat aku dan rasakan kemarahanku padamu. Aku bukan lagi penakut yang akan melarikan diri dari pertarungan yang kalian ciptakan. Ini aku, hadapi aku jangan lari kalau berani.

Aku kebingungan menghadapi hidupku. Entah siapa kawanku. Tapi satu hal telah pasti bahwa kalian adalah lawanku. Penguasa tiran, penjahat dan perusak kedamaian yang tercipta dalam dunia yang indah ini.

Dalam lelahku aku tetap melawan hanya untuk kebenaranku. Apa arti bijak dalam kepala kalian? Apakah bijak adalah menghabisi perbedaan? Ataukah bijak itu berupa pembusukan orang lain. Menciptakan korban untuk menutupi kebusukan diri sendiri.

Ingin kuludahi mukamu yang terlihat suci itu, untuk memperlihatkan bahwa kesucian mukamu hanya make-up yang kau pakai untuk menutup borok dibaliknya. Jauhkan tangan kotormu dariku karena aku sanggup untuk berdiri tanpa bantuanmu.

Buang semua bukumu kedalam tong sampah karena sama saja bagimu, membacanya atau tidak membacanya hanya membuatmu semakin pongah dengan pengetahuanmu. Apakah putihmu lebih baik dari hitamku? Putihmu bukan susu yang menyegarkan orang yang meminumnya. Putihmu adalah bisa kobra yang akan membunuh setiap mereka yang meminumnya.

Tak perlu pura-pura tak tahu bahwa kaulah yang sedang kubahas kali ini. Jangan diam saja bodoh. Lawan aku, ayo maju, jangan diam tunduk seperti pemalu. Karena aku tahu kau bukan pemalu.

Kamis, 27 Maret 2008

KALI INI MASIH TENTANG MANUSIA….!!!!

Pertama kali ijinkan saya memohon maaf untuk tulisan yang mungkin hadir dimomen yang tidak tepat ini. Saya hanya mencoba untuk sedikit menekan aura politis yang menusuk setiap indera yang bekerja ditubuhku. Walaupun mungkin saja nantinya ada saja orang yang melemparkan isu bahwa tulisan ini juga berkaitan dengan kondisi perpolitikan kampus saat ini. Atau mungkin saja pembahasan saya nantinya agak sedikitmenyinggung tentang hal ini. Untuk itu saya minta maaf.

Manusia lagi!!! Mungkin itu yang akan muncul dalam kepala teman-teman ketika membaca tulisan ini. Mengingat bahwa tiga tulisan terakhir saya juga berbicara tentang manusia. Tapi jika memang jika kita berbicara tentang manusia seakan tak ada habisnya. Mungkin mengingat bahwa manusia adalah makhluk yang unik. Atau bahasa populisnya, manusia makhluk Tuhan yang paling sexy.

Berangkat dari sebuah perenungan tentang manusia pada malam yang sunyi, hanya ditemani oleh suara debur ombak dan tetes demi tetes rintik hujan yang turun seakan menambah dramatisnya suasana perenungan malam itu.

Saya bertanya pada diri saya sendiri, mengapa manusia itu begitu arogan, mengapa manusia itu begitu senang menghakimi, mengapa manusia begitu ketakutan akan kehilangan????

Maaf untuk kedua kalinya saya haturkan kepada teman-teman. Saya tidak mencoba untuk mengover-generalisasikan hal ini pada semua manusia. Tetapi hal inilah yang secara umum saya dapati.

Apakah arogansi itu menjadi hal yang fitrawi pada diri manusia? Mengapa kita menjadi begitu arogan, begitu naif dalam membela sesuatu yang kita yakini benar, dan bahkan hingga rela mati untuk itu. Mungkin saja ini menjadi hal yang sah jika kita bisa memahaminya, dan pada sisi yang lainnya juga memahami hal yang coba hadir sebagai oposisi keyakinan kita. Tetapi sayangnya, kearoganan kita lahir sebagai sebuah arogansi buta yang begitu kuat mendominasi kita. Kita meyakini sesuatu dan pada saat yang sama, kita kita langsung menafikan hal-hal lain tanpa bersedia untuk melihat hal lain tersebut dengan lebih mendalam.

Kemudian, ketika orang lain mencoba hadir membawa atau memperlihatkan sesuatu atau sebuah realitas yang berbeda, kita dengan segenap bentuk arogansi yang kita miliki, langsung menghakimi, langsung menghukumi bahwa realitas yang berbeda itu salah, harus dijauhi, harus disingkirkan, bahkan dengan suka cita kita melemparkan kecurigaan kita sepenuhnya.

Pernahkah kita pernahkah kita coba untuk berdialog sebelum melemparkan penghukuman kita? Sejauh yang saya amati, hal itu tak pernah terjadi.kita melihat realitas yang lain hadir dan mencoba mengusik kemapanan ideologi kita, kemapanan keyakinan kita, kemapanan pendirian kita, kemapanan pola perilaku kita, serta sikap kita, dan kemapanan-kemapanan lainnya pada diri kita. Dan kemudian secara reflektif, kita akan bergerak menghabisinya. Menghukuminya dengan label buruk dan dengan senang hati mengajak orang lain untuk ikut membencinya.

Kita menjadi orang yang begitu pro status quo. Mencoba mempertahankan kemapanan kita yang telah mendominasi kehidupan kita. Kita begitu takut akan perubahan dan kehilangan kenyamanan kondisi kita saat ini. Mungkin karena kita menjadi akan cukup sulit beradaptasi dengan kondisi baru. Tapi apakah hal ini cukup menjadi alasan akan tindakan kita menghabisi sesuatu yangberbeda dengan kita? Saya yakin bahwa makhluk rasional akan menyatakan tidak untuk hal itu.

Mungkin saatnya kita untuk sedikit berbenah. Membenahi ruang pahaman kita yang agak sedikit sesak dengan kemapanan-kemapanan yang kita timbun didalamnya. Perlu kiranya kita membuka ruang dialog yang lebih terbuka dan terlepas dari intervensi kemapanan yang kita pertahankan dan kita pertuhankan dalam diri kita.

Dan untuk ketiga kalinya maafku kuucapkan karena hadirnya tulisan ini mungkin agak sedikit membuat gerah orang yang membacanya. Atau mengganggu orang yang mendengarnya jika ia menjadi bahan perbincangan . atau paling tidak , karena ia akan mengambil tempat pada ruang informasi dimana ia ditempatkan sehingga mempersempit ruang bagi informasi-informasi lainnya untuk ditempatkan disana.

Dan sekali lagi maaf jika tulisan ini terkesan menggurui atau menghakimi. Hal ini tak lepas dari kapasitas penulis yang masih begitu rendah untuk membuatnya jauh dari kesan-kesan tersebut.

KETAKUTAN AKAN TAKUT

Dibalik senyum kucoba sembunyikan mendung dan setumpuk rasa takut. Aku ketakutan, segala sesuatu terasa begitu menakutkan, politik bangsaku, politik kampusku, mungkin juga cintaku, semua terasa makin tak sehat, makin kotor dan melahirkan ketakutan-ketakutandalam diriku. Takut kalah, takut mati, takut ditinggalkan, takut hanyut, takut menyakiti,dan setumpuk ketakutan-ketakutan lain yang tersimpan dipojok ruang kamar hatiku.

Aku takut, ketakutan setengah mati, meski terkadang senyum menghiasi, tapi ketakutan mendominasi, sementara duniaku seakan tak mau mengerti atau belum cukup mampu untuk mengerti.

Mencoba hadir, mencoba eksis, tetapi yang lahir masih ketakutan. Akupun ketakutan untuk membahasakan ketakutan ini pada siapapun, mungkin belum bisa. Aku tak berani. Karena tak tahu berapa orang yang bisa mengerti. Berapa banyak orang yang harus tersakiti. Berapa banyak korban akan ketakutan ini bila ia terbahasakan.

Cenderung apatis dan sedikit pragmatis dengan payung idealisme yang semakin hari semakin rombeng, rusak di makan usia dan rasa takut.

Entah kapan rasa ini berakhir, tetapi mungkin ia akan berujung pada rasa benci. Benci pada diri sendiri, benci pada dunia, benci pada semua. Mungkin agak egois, mungkin juga karena rasa telah mati. Tapi yang pasti, aku ingin pergi. Pergi dari tempat ini. Dari ruang yang hanya memberiku rasa takut ini. Sendiri atau bersama duniaku yang menemaniku selama ini.aku harus pergi, walau kaki semakin lemah untuk beranjak sementara takut telah membatu, mengeras dan semakin berat.

Aku harus pergi. Meski agak sulit, mungkin karena diri yang terlalu merasa dibutuhkan sementara mereka tak pernah mau peduli. Bahwa aku hampir mati, itu pasti. Sekarat baik fisik maupun jiwaku. Semua begitu menyakitkan dan begitu menakutkan.

Aku harus melangkah, beranikan diri keluar dari ruang ini yang semakin seram, suram, sumpek, kotor, dan menyesakkan napas kehidupanku. Meski harus terasing dalam sebuah ruang tak berpenghuni, atau masuk kedalam ruang lain dan tersesat didalamnya. Aku tak peduli. Yang penting aku bisa keluar dari ruang ini dan segala isinya.SALAM